BATUSANGKAR KOTA PERADABAN

RED Shoes Journey

Hal pertama yang terpikirkan saat memulai perjalanan ini adalah sepasang sepatu bewarna merah yang akan saya pakai dalam perjalanan. Sepatu merupakan lambang langkah kaki. Langkah kaki ini adalah langkah untuk kembali kepada daerah yang menyimpan banyak tanda tanya.

Gerbang Selamat Datang

Tanda tanya pertama adalah sosok Linduang Bulan. Puti Linduang Bulan. Nama ini sering muncul dalam sejarah perjalanan suku Minangkabau dan kebetulan sepanjang perjalanan hidup saya, saya menemukan 4 hal dengan nama yang sama.
1. Rumah adat Puti Linduang Bulan. Rumah adat ini terletak di daerah Batusangkar yang notabene adalah sebbuah rumah khas suku Minang. Mungkin rumah ini dahulunya di huni oleh sesorang yang benama Puti Lindung Bulan, entahlah. Sampai saat ini hal tersebut masih berupa tanda tanya didalam pikiran saya.
2. Talago Puti Linduang Bulan. Talago ini terletak di puncak Gunung Talamu dimana diceritakan dari mulut ke mulut bahwa suatu ketika saat bulan purnama bersinar terang di sekitar talago ini akan muncul sosok wanita cantik yang di beri nama puti Linduang Bulan. Oleh karena itu salah satu talago (telaga) yang ada di puncak Gunung Talamau di beri nama talago Linduang Bulan.
3. Kuburan Puti Lindung Bulan. Kuburan ini terletak di Jorong Koto Tinggi, Nagari Sundata Pasaman. Menurut kisah salah satu  penduduk sundata. Linduang Bulan merupakan istri dari seorang raja yang melarikan diri  dari perseteruan yang muncul  di kerajaannya karena sosok seorang wanita yang bernama Linduang Bulan. Nah Keduanya mengasingkan diri dari kehidupan keluarga besarnya dan lari ke hutan. Maka penduduk Sundata menyimpulkan bahwa Puti Linduang Bulan merupakan Nenek buyut mereka.
4. Cerita yang terakhir berhubungan dangan suku saya dan kampung kelahiran saya, nama purba kampung saya adalah Lubuak Batu Bagauang. Diceritakan bahwa dahulu kala di daerah asal muasal suku saya ada sebuah batu besar yang berlubang. Batu itu berupa lorong yang sangat panjang yang menghubungkan daerah satu dan daerah lain (saya lupa nama daerahnya). Namun batu itu saat ini sudah tidak di temukan lagi. Berkaitan dengan itu nenek buyut suku saya adalah seorang wanita yang bernama Puti Lindunga Bulan, merupakan seorang bidadari yang turun ke bumi yang menikah dengan laki-laki bumi yang pernah dia benci. Puti Linduang Bulan menikah dengan laki-laki tersebut karena dia menghina laki-laki tersebut, sehingga sang laki-laki melakukan segala daya dan upaya supaya sang puti tidak kembali ke langit dan bisa menikah dengannya, maka terjadilah apa yang diinginkan sang laki-laki. Sehingga munculah suku saya.
Dari ke-empat cerita yang pernah saya dengar tentang Puti Linduang Bulan. Saya menyimpulkan sendiri bahwa Puti Lindung bulan yang berada di semua tempat adalah sosok yang sama. Pada awal muncul kejadiannya adalah di daerah Batusangkar.  sang putri yang merupakan seorang bidadari yang turun ke bumi dan menikah dengan seorang raja di bumi, namun akibat kecantikannya  terjadi perseteruan di wilayah tempat tinggal sang raja sehingga sang raja lari ke daerah Sundata. Di daerah Sundata, Puti Lindung Bulan hidup dengan damai bersama keturunanya. Dan keturunanya melakukan pejalanan hingga sampai ke kampung purba saya yaitu Kampung Lubuak Batu Bagaung.  Kedua Bapak buyut dan nenek buyut saya itu meninggal di daerah Sundata karena di sana ada kburan yang di cap sebagai kuburan raja dan sang puti. Kenapa ada nama talago dengan nama Puti Lindung Bulan di talamau?. Karena sosok penampakan  yang muncul adalah seorang wanita cantik di bawah sinar bulan yang terang benderang makanya yang melihat sosok tersebut memberi nama Puti Linduang  Bulan. So clear menurut saya.
Untuk pembuktian tersebut saya mengunjungi daerah Batusanggkar. Tujuan awalnya adalah melihat pertunjukan pacu Jawi. Namun, dalam tujuan awal tersebut terselip poin-poin tujuan lain yaitu Batu Angkek-angkek. Batu Batikam dan Batu Bertulis. Ketiga benda tersebut merupakan lambang cangkihnya pola pikir nenek moyang kita di massa lalu. Berikut uraiannya:

Batu Angkek-Angkek

1. Batu Angkek-angkek. Asumsi awal dikatakan bahwa batu angkek-angkek merupakan batu keramat yang akan memunculkan rejeki berlimpah apabila kita berhasil mengangkatnya. Namun mengangkatnya harus dengan niat yang lurus. Ternyata bukan seperti itu. Batu Ankek-angkek merupakan sebuah jenis batu padat dengan bobot yang kecil namun berat.  Kenapa berat karena material batu ini memag sangat padat. Nah hubungannya dengan kata berhasil terangkat atau tidak Batu ini oleh seseorang, tidak ada hubungannya sama sekali dengan niat baik atau buruk. Atau sukses atau tidak suksesnya suatu yang di pertanyakan di dalam hati. Namun batu ini merupakan hanya suatu motivasi hidup yang megandung makna tersirat dari ritual yang diperlakukan kepadanya. Seperti contoh kita menyebutkan tentang apakah bisnis yang akan saya mulai akan berhasil atau tidak?. Batu akan terangkat apabila tata cara megangkat batu di patuhi, yaitu posisi yang mengangkat seperti posisi sedang duduk bersimpuh di atas tumit, lutut keduakaki harus rapat dan tangan harus menjangkau semua bagian batu. Badan di tundukkan sedikit dan bawa batu ke rangkulan paha. Apabila tata cara ini tidak dilakukan dengan benar, batu tersebut tidak kan pernah bisa terangkat karena sangat berat. Batu ini juga merupakan sumber motivasi, saat memuai sesuatu. Yaitu sebagai acuan/referensi dan saat memulainya akan banyak cobaan dan rintangan namun jika kita tetap pada tatacara yang benar dan memegang teguh kepercayan diri, apapun yang kita inginkan akan berhasil.



2. Batu Basurek. Batu ini mengandung nilai historis purba, dengan pahatan-pahatan huruf pada batu, memperlihatkan tingkat pendidikan nenek moyang kita cukup tinggi. Huruf-huruf tersebut merupakan huruf sang sakerta yang bisa diterjemahkan dalam bahasa apapun karena memiliki pola yang konstan. Nah di dalam tulisan inilah kita bisa mengetahui sejarah asal muasal nenek moyang Masyaraka Minang.
3. Batu Batikam. Tentang batu ini saya  berpendapat bahwa soal kebijaksanaan dan kerendahan hati  nenek moyang kita di banding kita sangatlah mulia mereka. Batu batikam terbentuk dari sebuah perselisih pahama antara 3 saudara. Untuk menyelesaikan pertikaian tersebut mereka melakukan perundingan. Cara ini akan menghindari perbuatan menikam dari belakang atau berbuat curang. Perundingan di lakukan di medan nan bapaneh/tempat berunding yang kemudian di putuskan dengan prasasti perdamaian yang berupa batu tertikam oleh keris.  Damai adalah jalan terbaik. Namun tata cara memutuskan sebuah perkara adalah bukti kematangan cara berpikir manusia dan perkara yang diputuskan tanpa pertumbahan darah adalah yang paling mulia.

Bicara tentang tujuan awal yaitu melihat pertunjukan pacu jawi. Pacu jawi bukan hanya sekedar pertujukkan. Namun, menganut filosofi yang dalam. Menurut infomasi dari berbagai sumber pacu jawi memiliki filosofi agama yang kuat yaitu berkaitan tentang perjalanan manusia di muka bumi. Dikatakan bahwa pacu jawi tidak mengenal siapa yang menang dan yang kalah, pacu jawi semata-mata untuk mellihat jawi yang mana yang mampu berjalan lurus dan jawi yang berjalan berbelok. Jawi yang mampu berjalan lurus merupakan sindiriran kepada manusia, bahwa hewan saja yang mampu berjalan lurus akan dihargai lebih tinggi, bagaimana dengan manusia. Pastinya juga akan sangat dihomati dan dihargai jika dia berjalan di jalan yang lurus yaitu jalan yang berpedoman terhadap al-quran dan hadis.

Kearifan lokal orang minang tidak terlepas dari perjalanan kehidupannya saja. Namun juga kehidupan orang lain. Tergantung cara manusia itu sendiri mampu memlikih yang baik yang akan dijadikan sebagai teman. Pacu jawi dilakukan dengan sepasang sapi artinya dalam kehidupan manusia mempbutuhkan orang lain (teman). Nah, dalam memilih teman kita harus memiliki teman yang mampu mengarahkan kita kepada jalan yang lurus bukan sebaliknya. Maka dari itu dalam kegiatan ini tersirat pesan cara bergaul dengan sesama manusia dan memilih mana yang pantas untuk dijadikan kawan dan mana yang pantas untuk tidak berkawan.
Jiwa keiklasan dan rendah hati tingkat tinggi tersirat dari aturan perlombaan yang tanpa pemberian hadiah, tidak ada hadiah dalam perlombaan ini, namun jika sapi mampu berjalan lurus maka harga tawar terhadap sapi tersebut akan naik dua kali lipat dari harga awal. Saya memaknainya bawah kita tidak perlu pamer-pemer piala ataupun bukti tentang betapa hebatnya kita. Jika memang kita punya sesuatu yang hebat orang lain akan mampu melihat kehebatan itu tanpa harus meminta tanda bukti apapun.
Terakhir adalah kebersamaan, dengan diadakannya acara pacu jawi. Semuua anak cucu, kemenakan berkumpul dalam satu kawasan, melakukan ritual makan bajamba dan bekerja sama mengiring sapi ke arena balab.  Dalam bentuk yang nyata saya melihat bahwa manusia sebagai insan yang memiliki keistimewaan yang teramat tinggi akan mampu hidup dan tetap pada kodratnya apabila dia mampu mengusai alam dalam sebuah tim yang solid. Artinya manusia tidak akan hebat jika hanya hebat untuk dirinya sendiri dan manusia tidak hebat jika tidak ada orang lain yang mengakui dan manusia tidak akan hebat jika tidak menghargai dirinya sendiri sebagai pribadi yang harus hidup di jalan yang lurus.

Jejak Red Shoes berhenti sampai disini!.  Karena pelajaran yang sangat berharga sudah ditemui.

Jajak akhir adalah pitando
Pitando ka salasai untuk yang cariko ko
Jiko ado umua nan ka basuo
Bisuak isuak bisalah iko jadi pusako

(pantun minang karangan sendiri)

Komentar

  1. MAntaaaaaaaaaaaaaaaaaaapppppppppp :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. berkat kk leni na, hingga ceritanya semakin mudah untuk di ceritakan haha.. makasih :)

      Hapus

Posting Komentar

Nah, setelah membaca ingin menyampaikan sesuatu dunk, silahkan !! dan terima kasih sebelumnya :)

Postingan populer dari blog ini

Kenapa menikah harus diatas 30 tahun

Legenda Siti Nurbaya Gunung Padang